Source : google |
Kosong. Sekian lama rumah ini dibiarkan kosong. Tak terawat. Penghuninya pergi. Entah karena sibuk atau tenggelam dalam luang waktu.
Di antara bilangan waktu yang sudah pergi, ada kekacauan yang ku tutupi, lebih tepatnya kuabaikan. Di antara bilangan waktu yang terlewat begitu saja, ada dunia yang ku kaburkan, ku biarkan lengah lalu melemah. Ada yang kurang dan serasa ada yang hilang.
Hati ini mendadak riuh, menimbang banyak hal yang tak perlu. Pikiran ini mendadak penuh, memikirkan hal-hal yang seharusnya bisa ku sederhanakan. Terkadang, merasa bahwa ini bukan diriku. Hidup seperti bukan hidup. Ramai tetapi sepi. Lelah tetapi kosong.
Deretan angan-angan yang dulu berbaris rapi, satu per satu terbang lalu pecah dan entah. Apakah ini yang bernama ketidaksiapan? Atau aku yang tidak pandai mengenali sinyal Tuhanku?
Menikah adalah menunaikan sunnah dan menyempurnakan yang setengah. Harusnya energi yang tadinya nyaris tandas terus bertambah seiring meningkatnya bilangan usia nikah dan amanah. Harusnya segalanya bertambah yang baik-baik bukan malah sebaliknya. Harusnya.
Masih terus mempertanyakan, kenapa ada semacam degradasi hidup yang ku alami. Ada semacam bongkahan-bongkahan yang sulit untuk dipecahkan. Atau memang sedang ada yang salah dengan diri ini. Ah,...barangkali ini penyebab terkuatnya.
Waktu tidak pernah mau menunggu bukan? Dan kesempatan tidak selalu datang dua kali. Kalau segalanya seperti hilang bukan salah episodenya tetapi aku yang tak pandai menata. Alasan-alasan yang ku buat harusnya mampu menguatkan untuk tetap menjalankan apa yang menjadi bagian dari diriku. Bukan tak mampu hanya masalah mau. Mau untuk berdamai dengan semuanya dan kembali berbenah.
Tidak ada pilihan yang tak beresiko. Berhenti membandingkan dan berandai-andai. Bersyukur dan terus menguatkan kesabaran. Selalu ada hal-hal baik di masa yang akan datang atas kebaikan-kebaikan yang selalu diupayakan.
*tulisan random sebagai langkah awal untuk kembali lagi
No comments:
Post a Comment