Tuesday, July 24, 2018

Delapan Bulan Sepuluh Hari

doc.pribadi


Delapan bulan lebih 10 hari, saya telah melewati garis warna warni menjadi seorang ibu paruh waktu. Galau, bingung, khawatir, cemas, takut dan seabrek perasaan kacau lainnya yang kerap kali singgah menggoda keyakinan. Masih sering kalang kabut panik ketika menemui kondisi tertentu pada anak, meski terkadang saya masih lebih kuat dibanding suami (sok kuat padahal aslinya panik). Namun, bahagia, seru, haru dan perasaan positif lainnya yang tak kalah hebat. Menjadi lebih bersyukur dibanding sebelumnya. Menemani dan mendampingi (meski tidak full 24 jam) tumbuh kembang anak perempuan saya adalah hal yang menajubkan.

Perkembangan anak saya jelas berbeda dengan anak-anak lainnya, kan anak saya bukan anak orang lain. Kesadaran bahwa setiap anak memiliki pola dan keunikan yang berbeda-beda terus saya sematkan. Setidaknya kesadaran ini yang akan terus memberikan sugesti positif terhadap segala perkembangan yang terjadi. Alloh pasti telah memberikan paket hadiah yang komplit, tinggal follow up dari saya saja yang harus jeli dan maksimal.

Pada usianya yang sudah melewati angka 8 bulan memang seharusnya sudah melalui tahap perkembangan ini itu jika mengacu pada milestone perkembangan anak. Namun yang terjadi pada anak perempuan saya tidak demikian, meski masih dalam batas normal sampai saat ini. Khawatir, cemas, takut itu jelas, namun memaksakan harus seperti teori itu tidak boleh. Kewajiban saya hanya terus memberikan stimulasi yang alamiah dan sugesti yang positif. Ini bukan main sulitnya karena urusannya sama hati dan emosi, namun dari sinilah keyakinan, kesabaran dan keikhlasan menuai ujiannya. Tidak boleh lelah, tidak boleh mengeluh apalagi putus asa.

Alhamdulillah saya punya teman-teman yang usia babynya hampir seumuran atau bahkan di atasnya dan hebatnya anak-anak mereka perkembangannya lebih, jadi saya bisa belajar dari mereka, bagaimana menstimulasi, bagaimana mengatasi ketika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dan alhamdulillah mereka punya sugesti yang positif dan terus menguatkan. Terkadang saya iri terhadap teman-teman yang bisa menjadi full mother. Rasanya lega gitu bisa mendampingi full setiap perkembangan anak. Namun perasaan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus mendiami hati saya yang harusnya terus kuat. Setiap kita punya peran dan tanggung jawab yang berbeda-beda bukan? Ini peran dan tanggung jawab yang saya ambil, so harus siap dengan segala konsekuensi yang harus ditanggung.

Saat ini anak saya sedang mengalami problem makan, bahasa kerennya GTM (Gerakan Tutup Mulut). Galau, cemas, takut dan sejenisnya mulai mendiami, terkadang emosi dan setengah putus asa. Sudah menyempatkan membuat makanan dengan variasi semampu saya dan berakhir di mulut saya bukan di mulut anak saya itu membuat luruh seluruh energi. Mau nangis, teriak dan marah tapi kok ya malah tambah buruk sepertinya. Akhirnya lari ke makanan instan meski ini bukan solutif, tetapi untuk sementara daripada perutnya kosong. Bagi yang tidak sepakat monggo ya. Karena saya mentok dan kendalanya saya ibu paruh waktu. Buah-buahan yang biasanya langsung hap hap saja, ini tidak. Kan saya tambah panik, maka sementara waktu dikasih biskuit dan bubur instan, ini pun juga tidak lahap. Sedih itu sudah pasti, namun kembali lagi saya harus tetap waras agar bisa menemukan solusi. Ini menjadikan saya lebih rajin mencari info dan diskusi dengan teman-teman. Beberapa saran sudah saya jalankan dan hasilnya belum signifikan. Upaya saat ini diberi nutrisi yang kata para pengguna bisa nafsu makan anak-anaknya meningkat. Semoga berhasil.

Setelah menjalani dunia istri dan ibu, saya sering menemui diri saya yang kacau tidak tahu penyebab jelasnya apa dan bagaimana bisa terjadi. Barangkali efek dari beberapa hal yang saya pendam sendiri atau tumpukan kekhawatiran yang tidak menemui jalannya atau kebingungan yang saya sendiri tidak tahu apa (tambah bingung kan?). Meski sebelum menjadi istri dan ibu saya pernah mengalami ini, namun kemudian tersamar tersebab aktivitas yang berbeda-beda. Berbeda dengan kondisi sekarang yang punya keterikatan waktu dan tanggung jawab. Saya harus mengembalikan kenormalan diri saya agar tidak berdampak buruk terhadap anak saya. Saya harus mengembalikan nilai-nilai positif yang ada pada diri saya agar saya bisa mendampingi anak saya dengan benar. Saya, akan mencoba menulis lagi setiap hari, membaca buku dan diskusi berfaedah yang memungkinkan, siapa tahu ini menjadi salah satu jalan menuju kenormalan diri saya.

*mengumpulkan semangat





No comments:

Post a Comment