doc.pribadi |
Delapan bulan lebih 10 hari, saya telah melewati garis warna
warni menjadi seorang ibu paruh waktu. Galau, bingung, khawatir, cemas, takut
dan seabrek perasaan kacau lainnya yang kerap kali singgah menggoda keyakinan.
Masih sering kalang kabut panik ketika menemui kondisi tertentu pada anak,
meski terkadang saya masih lebih kuat dibanding suami (sok kuat padahal aslinya
panik). Namun, bahagia, seru, haru dan perasaan positif lainnya yang tak kalah
hebat. Menjadi lebih bersyukur dibanding sebelumnya. Menemani dan mendampingi
(meski tidak full 24 jam) tumbuh kembang anak perempuan saya adalah hal yang
menajubkan.
Perkembangan anak saya jelas berbeda dengan anak-anak
lainnya, kan anak saya bukan anak orang lain. Kesadaran bahwa setiap anak
memiliki pola dan keunikan yang berbeda-beda terus saya sematkan. Setidaknya
kesadaran ini yang akan terus memberikan sugesti positif terhadap segala
perkembangan yang terjadi. Alloh pasti telah memberikan paket hadiah yang
komplit, tinggal follow up dari saya
saja yang harus jeli dan maksimal.
Pada usianya yang sudah melewati angka 8 bulan memang
seharusnya sudah melalui tahap perkembangan ini itu jika mengacu pada milestone
perkembangan anak. Namun yang terjadi pada anak perempuan saya tidak demikian,
meski masih dalam batas normal sampai saat ini. Khawatir, cemas, takut itu
jelas, namun memaksakan harus seperti teori itu tidak boleh. Kewajiban saya
hanya terus memberikan stimulasi yang alamiah dan sugesti yang positif. Ini
bukan main sulitnya karena urusannya sama hati dan emosi, namun dari sinilah
keyakinan, kesabaran dan keikhlasan menuai ujiannya. Tidak boleh lelah, tidak
boleh mengeluh apalagi putus asa.
Alhamdulillah saya punya teman-teman yang usia babynya
hampir seumuran atau bahkan di atasnya dan hebatnya anak-anak mereka
perkembangannya lebih, jadi saya bisa belajar dari mereka, bagaimana
menstimulasi, bagaimana mengatasi ketika terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan dan alhamdulillah mereka punya sugesti yang positif dan terus
menguatkan. Terkadang saya iri terhadap teman-teman yang bisa menjadi full mother. Rasanya lega gitu bisa
mendampingi full setiap perkembangan
anak. Namun perasaan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus mendiami hati saya
yang harusnya terus kuat. Setiap kita punya peran dan tanggung jawab yang
berbeda-beda bukan? Ini peran dan tanggung jawab yang saya ambil, so harus siap dengan segala konsekuensi
yang harus ditanggung.
Saat ini anak saya sedang mengalami problem makan, bahasa
kerennya GTM (Gerakan Tutup Mulut). Galau, cemas, takut dan sejenisnya mulai
mendiami, terkadang emosi dan setengah putus asa. Sudah menyempatkan membuat
makanan dengan variasi semampu saya dan berakhir di mulut saya bukan di mulut
anak saya itu membuat luruh seluruh energi. Mau nangis, teriak dan marah tapi
kok ya malah tambah buruk sepertinya. Akhirnya lari ke makanan instan meski ini
bukan solutif, tetapi untuk sementara daripada perutnya kosong. Bagi yang tidak
sepakat monggo ya. Karena saya mentok dan kendalanya saya ibu paruh waktu. Buah-buahan
yang biasanya langsung hap hap saja, ini tidak. Kan saya tambah panik, maka
sementara waktu dikasih biskuit dan bubur instan, ini pun juga tidak lahap.
Sedih itu sudah pasti, namun kembali lagi saya harus tetap waras agar bisa
menemukan solusi. Ini menjadikan saya lebih rajin mencari info dan diskusi
dengan teman-teman. Beberapa saran sudah saya jalankan dan hasilnya belum
signifikan. Upaya saat ini diberi nutrisi yang kata para pengguna bisa nafsu
makan anak-anaknya meningkat. Semoga berhasil.
Setelah menjalani dunia istri dan ibu, saya sering menemui
diri saya yang kacau tidak tahu penyebab jelasnya apa dan bagaimana bisa
terjadi. Barangkali efek dari beberapa hal yang saya pendam sendiri atau
tumpukan kekhawatiran yang tidak menemui jalannya atau kebingungan yang saya
sendiri tidak tahu apa (tambah bingung kan?). Meski sebelum menjadi istri dan
ibu saya pernah mengalami ini, namun kemudian tersamar tersebab aktivitas yang
berbeda-beda. Berbeda dengan kondisi sekarang yang punya keterikatan waktu dan
tanggung jawab. Saya harus mengembalikan kenormalan diri saya agar tidak
berdampak buruk terhadap anak saya. Saya harus mengembalikan nilai-nilai
positif yang ada pada diri saya agar saya bisa mendampingi anak saya dengan
benar. Saya, akan mencoba menulis lagi setiap hari, membaca buku dan diskusi
berfaedah yang memungkinkan, siapa tahu ini menjadi salah satu jalan menuju
kenormalan diri saya.
*mengumpulkan semangat
No comments:
Post a Comment