Menguap berkali-kali hingga mata berair. Ngantuk. Sepagi ini
sudah dibuai kantuk yang luar biasa. Kopi.
Maret hampir ending, sepekan lagi. Abai berhari-hari tak
memenuhi komitmen. Sibuk? Ah,…tidak terlalu.
Hati manusia mudah sekali untuk terbolak – balik. Mudah pula
untuk berganti suasana. Mudah pula untuk terpengaruh. Maka ketika bosan dan
sejenisnya, bukan tempatnya yang salah tetapi hati kita yang salah, eh saya
maksudnya.
Produktivitas seseorang bisa melonjak bisa menurun drastis
bergantung pada faktor yang
mempengaruhinya. Jika di dalam sebuah hadist nabi dikatakan “di dalam tubuh manusia ada segumpal daging,
yang apabila ia baik maka dan apabila ia
rusak maka rusaklah semuanya”, itu memang benar adanya. Jika suasana hati
baik maka segala aktivitas menjadi lebih menyenangkan dan hasilnyapun
memuaskan. Sebaliknya,jika suasana hati sedang kacau, maka aktivitaspun turut
kacau dan hasilnya jauh dari kata memuaskan.
Realitas di atas membawa perenungan tersendiri. Tidak
mungkin akan terus menuruti suasana hati, menuruti alur dan menikmati
keterpurukan. Hari terus berganti dan kesempatan akan terus bergulir dan takkan
kembali. Di sinilah kita harus berupaya kuat menjaga hati tetap baik-baik saja
meski sedang tidak demikian. Bukankah, Rosulalloh telah mengajarkan untuk tidak
menuruti amarah dan bersegera meleraikannya? Saya kira sama dengan mendamaikan
hati, jika kondisinya memang sedang riuh ramai tidak jelas intonasinya, maka
bersegera telusuri dan ajak untuk berhenti sejenak. Menepi lalu berlayar
kembali.
Kita, saya maksudnya butuh jeda, butuh bernafas sejenak.
Meluruhkan semuanya, lalu memulainya kembali dengan lapang. Hal-hal yang
manusiawi tak bisa dipaksa untuk segalanya menjadi baik seketika. Butuh proses
untuk menuju ke sana, maka lakukan selayaknya manusia, jangan yang lain.
Bojongsari, 260318
No comments:
Post a Comment