Selasa, 14 November 2017, adalah hari dan tanggal di mana
kau melihat dunia untuk kali pertama dan ending dari proses kehamilanku. Sembilan hari lebih awal dari perkiraan.
Perjalanan 15 jam tanpa kontraksi palsu, ketuban yang tidak mau pecah hingga
bukaan 10, menambah jalan lahir dan serangkaian proses lainna. Sakit, ah setiap
ibu dengan persalinan normal pasti merasakannya. Tak terbayang sebelumnya.
Sugesti tidak sakit ketika kontraksi yang coba kuhidupkan, gagal. Kontraksi yang
datang semakin meningkat setiap fase bukaannya, aku yang memang tidak hebat
dalam menahan rasa sakit, maka reaksi yang ditimbulkan pun tidak karuan. Betapa
kacaunya aku saat itu. Ku sebut ibuku setiap kali kontraksi hebat itu datang,
terbayang seringnya aku mengabaikan ibuku, bahkan terkadang harus marah.
Ternyata begini perjuangan melahirkan. Itu baru melahirkan belum membesarkan dan
lain sebagainya hingga usiaku yang hampir kepala tiga ini. Di antara kontraksi
dan kelebatan berbagai kekhawatiran, aku memohon maaf kepada ibuku. Ah, ibuku
malah berurai air mata dan menjawab kalau aku tak punya salah apa-apa. Mungkin
tidak tega melihatku yang sudah sedemikian rupa. “Sakitnya cuman sebentar, ayo
yang kuat! Nanti ngga sakit kalau sudah lahir,” begitu ucapnya, di antara raut
wajahnya yang penuh kecemasan. Ah, ibu.
Alhamdulillah, bersyukur
tiada tekira. Mendengar tangisan pertamamu, ada haru yang menyeruak, kelegaan
dan kebahagiaan yang tak bisa tergambarkan. Benar kata orang, melihat anak
lahir, sakit yang tadinya menghebat hilang begitu saja, katika bayi merah itu ditempelkan
di dadaku. Ah, begini rasanya jadi ibu.
“Perempuan, Nok!” kata ibuku, di antara isak kelegaan. Ku
serukan takbir dalam hati. Sungguh, nikmatMu luar biasa.
Aku masih harus menjalani babak berikutnya. Jahit. Aku tak
tahu seberapa panjang jalan lahir yang ditambahkan. Yang jelas, proses
penjahitan lebih sakit daripada kontraksi. Namun, kesyukuran itu tetap merebak
di dalam hati. Membandingkan dengan tetangga sebelah (tetangga kamar di rumah
sakit), kondisiku jauh lebih baik dan lebih cepat proses persalinannya. Ah,
Alloh sudah mengukur kadar kekuatan masing-masing. Sebab, setiap bayi lahir
membawa dramanya sendiri-sendiri.
Melihat matamu yang bening, cerah wajahmu, dan memelukmu
untuk kali pertama adalah perasaan yang tak bisa tergambarkan. Alloh, aku jadi
Ibu! Babak baru dalam kehidupanku.
Selamat datang di dunia yang penuh dengan segala panggung
sandiwara dan pelanginya, anakku! Semoga Alloh memberi kekuatan kepada kita
untuk tumbuh dan berkembang bersama-sama, menggapai ridhoNYA dan menuju
jannahNYA. Selamat berjuang anakku, dalam babak kehidupan baru.
No comments:
Post a Comment