Hujan adalah berkah sebagaimana dituliskan dalam al qur'an bahwa "...Dan kami turunkan air hujan dari langit untuk menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan...." namun bisa menjadi berbalik menjadi hujan adalah musibah. Akhir bulan April lalu hujan telah mengakibatkan hadirnya banjir bandang dan menelan korban. Kematian tentu bukan berkah bagi keluarga dan sahabat yang ditinggalkan, apalagi dengan jalan yang memilukan. Namun, bisa menjadi berkah untuk diambil hikmah bahwa kematian bisa melanda siapa saja, dengan jalan apa saja, tanpa tanda, apalagi kompromi. Ini adalah hak Alloh penentu segala takdir.
Hujan terkadang menjadi romantis, membahagiakan, mengharukan dan sesekali memilukan. Hujan adalah ketidakpastian sebagaimana rejeki. Bagaimana mungkin? Bukankah semua itu sudah jelas, katanya Alloh telah menjamin rejeki bagi setiap umat? Lalu kenapa rejeki masih berwujud ketidakpastian? Kenapa sama seperti hujan? Bukankah hujan pasti akan turun pada musimnya?
Pernahkah menyaksikan langit begitu kelam, mendung menggantung tinggal turun kemudian menjadi titik yang akan menderas setelah sekian detik namun setelah sekian detik dan berganti menit bahkan jam, dan hujan masih belum hadir? Atau langit cerah, angin semilir dengan merdunya, cahaya matahari masih memenuhi bumi, namun tetiba hujan datang menghantam? Tentu kita semua pernah mengalami. Atau pernahkah ketika dalam perjalanan, kemudian di daerah A menemui hujan begitu deras namun di daerah sebelahnya hujan tidak menyentuh sama sekali? Tentu saja sering, bukan?
Sahabat, lihatlah kondisi saat ini, apakah hujan selalu hanya datang jika musimnya tiba? Kita tak perlu menjawab, tahun-tahun terakhir ini hujan datang semaunya tak peduli musim apalagi iklim. Hujan menjadi tidak pasti oleh sebab bumi sudah tidak lagi sehat. Alloh hanya memberikan akibat atas berbagai sebab yang diperbuat oleh manusia. Hujan yang telah ditakdirkan menjadi berkah kemudian menjadi berbalik memilukan. Hujan adalah ketidakpastian ia akan menjadi berkah atau musibah, namun hujan adalah kepastian atas kehendakNYA.
Rejeki sebagai mana hujan. Ia adalah ketidakpastian dan kepastian atas kehendakNYA. Rejeki tak selalu dalam bentuk nominal uang atau benda, rejeki juga rasa. Ia jelas berwujud ketidakpastian, entah kapan datang, seberapa deras dan seberapa sering ini menjadi hak Alloh dalam menentukannya. Rejeki memang tak mengenal musim sebagaimana hujan namun rejeki mengenal usaha, proses dan do'a. Ketiganya akan menjadi pewarna, kuas dan media dalam mewujudkan lukisan rejeki. Kalau seandainya rejeki itu pasti jumlahnya dan datangnya, maka apakah pasti manusia akan bekerja keras mengupayakan untuk menjemput rejeki? Saya yakin belum tentu bahkan sebagian besar tidak akan. Sehingga rejeki akan berkorelasi dengan usaha, proses dan do'a.
Hujan dan rejeki adalah ketidakpastian dan merupakan kepastian dariNYA maka keyakinan atas segala takdir baik adalah menjadi kunci yang paling kuat. Keyakinan berwujud tersebab keimanan di dalam dadanya teah kokoh. Keimanan menjadi pondasi yang tidak dapat digantikan dengan hal lain. Keimananlah yang akan terus menjadikan manusia berusaha menjaga bumi, berbuat baik dan menjemput rejeki dengan cara yang baik pula. Keimanan pula yang akan menjadikan hati tak marah jika kemudian hujan berubah menjadi musibah. Keimanan pula yang akan menjadikan manusia tetap ikhlas jika rejeki yang diharapkan ternyata harus melayang lepas. Yakin bahwa semua adalah kepastian dari yang Maha Kuasa.
Bojongsari, 05052017
No comments:
Post a Comment