Ada patah yang tak bisa lagi rekah. Apalagi tumbuh dan kemudian berbuah. Seperti bunyi yang lenyap ditelan bising. Samar lalu menghilang.
Bukan lagi jengah atau semacamnya tetapi patah yang tak bisa lagi rekah. Telah bersusah payah sepanjang usaha yang masih tersisa dan semangat yang masih tertinggal sementara, namun hasilnya hanya luka yang memarah. Bagaimana ini? Adakah jalan atau keajaiban yang mengajakku berlari? Ini kehidupan nyata bukan dongeng semata. Lalu adakah kutemukan cahaya diantara pekat gulita?
Selalu saja semua menjadi gumpalan-gumpalan tanya yang tak berujung. Belum berujung, tepatnya.
Pagi kembali menyapa hari. Memeluk dingin yang kutemui setiap paginya. Andai bisa kutelan waktu atau kumuntahkan waktu, kukira tak akan ada patah-patah yang semakin bertambah. Andai bisa ku tulis sendiri kisahku lalu segalanya berjalan dengan inginku, tentu saja takkan ada dunia ini. Ah,... itu angan retoris untuk manusia tanpa asa atau angan orang-orang yang otaknya semakin jauh menurun komposisinya. Rasa-rasanya tak pantas jika pikiran semacam itu menyapa seseorang sepertiku. Orang dengan obsesi menanjak, semangat menggila, logis, rasionalis. Itu dulu, sebelum segalanya menjadi berbelok.
"Ada apa lagi?" tiba-tiba ia sudah ada disampingku. Memecah cerita angan-angan.
"Biasa, masih dengan segala pertanyaan," jawabku dengan ekspresi sedatar mungkin. Aku tak mau mengundang seluruh penasarannya dan kemudian memberondongku dengan pertanyaan yang jelas tak kuingini.
"Ayo berangkat! Matahari sebentar lagi akan mengejar."
Selesai. Anggap saja demikian. Biarkan seluruh tanyaku tetap tersimpan rapi, biarkan seluruh rasaku tetap ditempatnya. Biar patah tidak semakin bertambah dan emosi tidak lantas tetiba melonjak seperti harga sembako.
"Selamat pagi duniaku! Semoga ada yang berbeda hari ini, biarkan angan-angan tidak membuat ceritanya sendiri," ku katakan dalam hati selepas menyalakan shabat karibku, laptop.
"Pagi mbak Zein!"
"Pagi Pak!"
"Pagi dek Z!"
"Pagi Bu Dy!"
Dan selamat pagi untuk penghuni Brown Office!
Aku suka sapaan mereka. Ceria mereka di pagi hari adalah pertanda semangat utuh menyala dalam dirinya. Lalu, kubandingkan dengan diriku, sungguh jauh rasanya. Ada apakah gerangan? Mana yang keliru? Aku yang terlampau mendrama atau mereka yang pandai berdrama?
Aku suka cerita mereka. Berbagai kisah kehidupan mengalir dengan indahnya, bukan keindahan drama yang mereka jalani tetapi cara mereka berdeklamasi. Elok sekali. Lalu bagaimana denganku? Sulit sekali rasanya untuk mendeklamasikan sesuatu yang teramat mengganggu hati dan juga logikaku.
Aku suka energi mereka. Usia yang tak lagi merdeka, bukan halangan untuk terus berkarya dengan segala kemampuannya. Ini harusnya cukup menjadi umpan bagiku, untuk kembali menemukan jalan, untuk kembali menjadi diriku.
"Dek Z, lagi sibuk?"
"Tidak pak, bagaimana?"
"Input data ya!"
"Siap!"
Ah,...andai harus tiap hari bermain dengan input data, sungguh aku rela!
No comments:
Post a Comment