Nilai lebih sebuah film atau novel berseri adalah pasar yang
menjanjikan. Rasa penasaran adalah pasar konkret bagi film atau novel tersebut.
Penonton atau pembaca telah menanti, begitu rilis, berbondong-bondonglah mereka.
Laris. Royalti mengalir. Meski bagi seorang sutradara atau penulis tujuan utama
bukan hanya sekedar rupiah, namun kepuasan batin. Begitu juga denganku, alih-alih
rasa penasaran kelanjutan kisah Fahri, akhirnya membeli (yang akhirnya
dibayarin) dan membaca. Agak telat sih, mengingat novel ini launching bulan
November 2015, namun tidak mengurangi makna dan hikmahnya.
Exited! Sepertinya
kata itu cukup mewakili dari seluruh perasaan ketika selesai membaca novel
Ayat-ayat Cinta 2 garapan Kang Abik ini. Novel setebal 690 halaman ini akan
membawa pembaca memahami hakikat seorang muslim. Nuansa yang dibangun dalam
novel tersebut terasa perbedaannya dibanding dengan novel Ayat-ayat Cinta yang
pertama. Ayat-ayat Cinta 2 mengambil isu global tentang Islamic phobia yang berkembang di benua Eropa dan sekitarnya. Pesan
disampaikan melalui karakter kuat tokoh utama yaitu Fahri.
Fahri masih digambarkan sebagai seorang muslim yang cerdas,
penyayang, penolong dan tentu saja banyak penggemarnya, namun tidak terkesan
berlebihan seperti halnya dalam Ayat-ayat Cinta pertama. Novel ini bercerita tentang kehidupan Fahri
di Edinburg, perjuangan Fahri untuk menyampaikan bahwa islam adalah agama yang
penuh rahmat, kasih sayang, tolong-menolong, memuliakan tamu, memuliakan
perempuan dan tidak menyukai kekerasan. Kang Abik berhasil menyampaikan pesan
hebat itu melalui dialog, deskripsi dan penokohan. Halus dan detail.
Penyampaian pesan digambarkan melalui
pertolongan-pertolongan yang diberikan Fahri kepada siapapun yang membutuhkan. Dimulai
dari para tetangganya; Brenda yang pemabuk, nenek Catarina yang seorang pemeluk yahudi taat , Jason sang
pencuri cokelat yang sangat membenci Fahri dan akhirnya masuk islam setelah
berhasil menjadi pemain sepak bola berkelas, Keira kakak Jason yang menteror Fahri dengan tulisan Islam=Monster
yang akhirnya menjadi pemain biola dan berhasil
menjadi juara dunia; pengemis muslim yang kehilangan kewarganegaraannya bernama
Sabina; sahabatnya bernama Misbah. Penyampaian pesan juga digambarkan melalui berbagai
kejadian, diskusi ilmiah, debat dan seminar.
Novel ini tetap diwarnai dengan romantisme cinta dalam
balutan batas-batas syar’i. Fahri yang kehilangan jejak Aisya dan enggan
menikah kembali dengan perempuan lain, meski akhirnya ia menikah lagi setelah
melalui perjalanan panjang. Meski sudah bisa diterka di mana jejak Aisya, namun
Kang Abik berhasil mengungkap keberadaan Aisya di ending novel.
Selamat membaca! Keep
reading!
No comments:
Post a Comment