Wednesday, August 24, 2016

Aksaraku Menghilang


Aksaraku menghilang tanpa kabar. Pergi begitu saja, tanpa pertanda. Aku bingung. Hendak kemana mencari, sebab tak ada GPS dalam aksaraku. Dalam kebuntuan aku hanya terus berharap aksaraku kembali. Nihil.

Waktu sedemikian cepat berganti dan aksaraku belum juga kembali. Harap saja ternyata tak cukup. Aku harus bergerak, berupaya sedemikian rupa untuk membawanya kembali.

Aku mulai tegas pada diri, memaksa untuk beranjak dari harap. Mulai mencari aksara yang pergi meninggalkanku. Aku mencari di antara jajaran rapi koleksi buku yang kupunyai. Mulai menyentuh satu persatu, membersihkannya dan sejenak membuka beberapa lembar. Mulai menemukan kata-kata. Namun tetap saja aksaraku belum ditemukan.

Aku mulai merapal kembali yang telah lama kulupa. Mulai menyapa jalanan dengan bus, angkot, becak dan ojeg. Menikmati warna bebau dari berbagai sumber, suara bising dan sesekali umpatan yang tak layak telinga simpan, jejak hidup manusia penduduk bumi yang beraneka. Aku larut. Namun tetap saja aku belum bisa bertemu dengan aksaraku.

Hari terus berganti, lalu kembali dengan bilangan yang berbeda. Aku mulai mendatangi perpustakaan, tempat paling nyaman setelah rumah Tuhanku untuk kabur dari rutinitas. Mataku bergerak aktif menyusuri deretan judul buku yang terpampang rapi. Sebenarnya perpustakaan ini dilengkapi fasilitas alat pencari buku yang diperlukan, sehingga akan mempercepat proses pencarian buku. Namun, aku lebih suka berjalan di antara rak-rak buku. Ada tantangan dan keasyikan tersendiri. Aku mengambil beberapa buku dengan genre yang berbeda dengan satu tema literasi. Aku berharap bisa bertemu dengan aksara yang sudah lama pergi. Aku kembali larut, menyusuri rangkaian kalimat dan berupaya menyimpannya dalam hardisk otak. Berjam-jam aku seakan berada pada dunia mereka yang menuliskan buku ini. Ternyata masih sama, aksaraku belum kembali.

Aku mulai lelah, namun aku tak mau menyerah. Aku harus menemukan aksara, entah bagaimana caranya. Aku mulai menyapa para bloger di dunia tanpa batas. Mulai mengeja kata-kata yang terangkai indah di layar kaca. Berbagai macam ide unik betebaran. Menarik. Membandingkan dengan diriku, ah... masih jauh sepertinya. Komitmen dalam diri belum sebaik mereka. Jika membaca adalah gizi terbaik, maka menulis adalah vitamin agar tetap sehat. Aku mulai larut bermain dengan berbagai tulisan di layar kaca. Hingga aku bertemu dengan status yang menawarkan alamat blog untuk dikunjungi. Bergegas aku ketik alamat blog yang telah lama sepi.

Aksara masih belum kembali. Aku masih berupaya untuk mencari.

"Tulisannya dengan hati, terus berkarya ya!" Sebaris kalimat dari seseorang pengunjung blog yang beliau telah menulis beberapa buku.
Mataku berbinar, hatiku berbunga. Ada semacam kebahagiaan yang tak terkira. Senyumku terus mengembang.

"Terimakasih sudah berkunjung," demikian balasku.

Aku mulai menemukan sinyal keberadaan aksara. Sebenarnya ia tidak pergi namun bersembunyi di antara tumpukan lelah dan malas.

"Pagiii mba Ai, kapan nih update tulisan lagi. Udah lama sepi sepertinya tuh blognya. Di tunggu lho!" pesan singkat masuk dalam ponselku. Aku seperti ditampar, lebih tepatnya dibangunkan dari tidur yang lama.

"Pagii juga Diajeng! Makasiih nih udah diingetin. Butuh pemaksaan ini buat ngisi blog lagi. Makasiih ya udah jadi pembaca blogku yang timbul tenggelam. Hehe..."

Ya. Aku telah menemukan aksaraku. Bukankah menulis itu adalah cara agar aku tetap bisa sehat? Harusnya aku sendiri yang terus bergerak. Jika orang lain merasakan manfaatnya, kemudian meluncurkan berbagai kalimat terbauknya, itu hadiah terbesar dari Tuhan. Kebahagiaan yang hadir atas apresiasi mereka bukan untuk berpuas diri, melainkan salah satu alasan untuk terus menjadi baik sebagaimana tulisan yang terbentuk. Nah, kalau yang terjadi sebaliknya, ada komplain dan tidak setuju bahkan meluncurkan kritik yang menyakitkan, maka itu adalah salah satu alasan untuk terus mengoreksi diri kemudian berbenah.

Aku harus berupaya lebih kuat lagi. Memaksa diri untuk menarikan jemari, memancing ide yang berlarian, memacu baca yang timbul tenggelam, belajar bahasa lebih detail lagi.

Malang, 23 Agustus 2016

No comments:

Post a Comment