Terasa sesak dada ini setiap kali menyusuri kalimat demi
kalimat yang tertulis dalam buku ini. Ada tanggung jawab yang besar melekat di
dalam diri, ketika kelak Alloh ijinkan aku berstatus menjadi ibu bagi
anak-anakku. Bukan perkara sederhana, ada banyak hal yang harus dipersiapkan, ilmu
dan kesabaran yang harus ditambah setiap harinya.
Sejenak, ingatanku kembali pada masa ketika masih
membersamai anak-anak di asrama, betapa kurangnya diri ini. Pantaslah jika ada
hati yang terluka oleh lisanku, dendam yang masih membara oleh caraku, benci
yang mendalam oleh sikapku yang menyinggung atau yang lainnya. Maafkan diri ini
nak, yang dulu belum banyak ilmu. Semoga Alloh mengampuni dosaku. Sungguh cinta
yang banyak tak cukup untuk mendidik tanpa ada ilmu yang membersamai, doa yang
terus dilantunkan, cara yang santun dan tegas.
Buku ini memberikan perenungan yang mendalam tentang
bagaimana mendidik anak, mengantarkan mereka mengenal Alloh lalu menjadikan
Alloh sebagai tujuan utama dari setiap aktivitas. Ada banyak celah yang para
guru atau orang tua lengah ketika mendidik anak. Zaman kita dengan para
anak-anak berbeda, jadi didiklah mereka pada zamannya. Berhenti membandingkan
mereka dengan kita, menempatkan mereka seperti kita ketika masih kecil. Bukan
berapa jumlah anak yang akan kita didik namun seberapa siap kita mendidik anak
dengan jumlah tertentu. Mendidik satu anak saja akan merasa kewalahan dan berat
jika kita tidak siap, sebaliknya mendidik dua belas anak akan terasa ringan jika
kita siap. Kesiapan itu bergantung pada keyakinan kita pada Alloh, harapan dan
impian terhadap anak-anak.
Akhir-akhir ini negeri tercinta heboh dengan berbagai berita
yang menyesakkan dada. Rasa malu seakan telah melenyap, empati telah sirna,
melakukan dosa seakan biasa saja. Mirisnya, ini terjadi pada anak-anak negeri
ini. Barangkali ada yang harus segera dibenahi dalam mengantarkan mereka menuju
zamannya.
Kita mulai dari rumah, tanamkanlah keimanan yang kuat dalam
diri anak-anak. Ajarkanlah anak-anak sebagaimana pesan Rosulalloh bahwa
sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Alloh adalah yang paling takwa
(halaman 30). Bangkitkan semangat anak-anak dengan cara terbaik, yakinkan
mereka bahwa segala kesulitan adan ada kemudahan setelahnya, segala peristiwa
akan ada himahnya, sebagaimana contoh kisah Gola Gong (halaman 54). Bantulah
mereka untuk mematangkan emosi dan kepribadian melalui membaca sejak dini. Membantu
mereka menemukan kesalahan dan bersegera memperbaikinya.
Selanjutnya, pembenahan diteruskan di sekolah-sekolah. Wahai
para guru, belajarlah dengan sungguh-sungguh bagaimana mendidik siswamu dan ajarilah
anak didikmu untuk mengenali kebenaran sebelum mengajarkan kepada mereka
berbagai pengetahuan. Asahlah kepekaan mereka terhadap kebenaran dan cepat
mengenali kebatilan. Tumbuhkan pada diri mereka keyakinan bahwa Al Qur’an pasti
benar, tak ada keraguan di dalamnya. Tanamkan adab di dalam diri mereka (halaman
100-101).
Sungguh, yang harus kita siapkan bukanlah anak-anak yang lancar
berhitung. Kita perlu berusaha melahirkan anak yang siangnya seperti singa yang
merancang masa depan dan perjuangan dengan gagah dan malam harinya kepalanya
lebih dekat dengan tanah daripada kakinya (halaman 178-179).
Maka, buku yang ditulis oleh Mohammad Fauzil Adhim ini patut menjadi rujukan sebagai ikhtiar bagi siapa saja yang
ingin menjadi bagian dalam mengukir generasi yang Alloh hidup di dalam dadanya,
perilakuknya santun dan menentramkan, ditangannya adalah ilmu, setiap
langkahnya adalah kebaikan, lisannya adalah nasihat yang menggerakkan, dan
kehadirannya membawa keberkahan. Tentu saja diri kita harus terus senantiasa
memperbaiki yang rusak, menghapus yang masih bernoda. Mari terus menjadi baik
dan membaikkan.
Puwokerto, 11062016
No comments:
Post a Comment