Lama sekali rasanya aku meninggalkan rumah ini. Pekerjaan dan acara diklat itu benar-benar menyita raga dan pikiranku. Ini sih akasan klasik pagi orang malas, harusnya aku masih sempat menyediakan waktu untuk jari dan rasaku betautan lalu dengan singkat semuanya mengalir dalam drama kehidupan. Halah. Memandangi facebook aja betah lama, menulis setengah jam kan sudah dapat dua halaman. Ini sering terjadi pertikaian antara hati dan otakku yang kadang riweh.
Semenjak off dari komunitas memang seakan jadi lepas tanggung jawab gitu, padahal niat awal bikin rumah baru ini agar aku lebih bebas berekspresi dan tentu saja manfaatnya lebih banyak. Memang niat yang baik saja tidak cukup tanpa dilanjutkan dengan cara yang baik dan konsisten. Manusia memang seringnya menggema diawal sunyi kemudian. Tetapi itu kan seringnya, dan tidak semua. Jadi, bisa dong menjadi yang sebagian dan berlian? Tentu saja. Bergantung pada kemauan, kemampuan dan kekuatan untuk mewujudkannya.
Dulu, dulu sekali aku pikir menulis itu keinginan. Menjadi penulis adalah cita-cita. Rasanya seneng aja kalau buku yang kita tulis bisa menginspirasi banyak orang. Namun, seiring bergeraknya bilangan waktu, menulis bukan soal keinginan tetapi soal kebutuhan. Aku, ternyata membutuhkan media untuk memfilter setiap ucapan dan sikapku. Salah duanya dengan terus membaca dan menulis.
Membaca membuat otakku terus berpikir, hatiku mencoba meresapi, dan akhirnya pada kesimpulan. Menjadi baik adalah keharusan. Menulis membuat otak, hati, dan tanganku konsentrasi penuh. Menuangkan segalanya dalam rangkaian kalimat yang butuh pertanggungjawaban. So,menjadi baik adalah kewajiban dan endingnya adalah kebutuhan.
Pernah dengar dari sahabatku yang ia menuturkan kembali kalimat yang pernah terucap dari seniman kota kelahiranku bahwa "Penulis sejati itu dekat dengan kejujuran, ia menulis dengan hatinya yang bersih. Maka saya paling benci dengan kebohongan", dalem banget maknanya. Waktu itu aku hampir menangis, lebaynya kambuh sih. Ya, aku ngrasain yang sama ga suka dengan kebohongan. Bukannya mau bilang kalau aku udah penulis sejati sih, lebih tepatnya berusaha buat kesana. Menuliskan sesuatu yang menurutku mendatangkan kebaikan. Semoga Alloh ngasih petunjuk buatku. Aamiin.
Aku juga masih inget nasihat sahabatku waktu SMA. Mungkin agak risih aja setiap kali aku nge-iya in orderan buat puisi cinta beberapa teman di kelasku. Dan siapa sih perempuan yang tidak tergoda dengan kalimat indah berderet rapi penuh pujian? Kadang jadi merasa bersalah juga. Trus sahabatku itu berkata "Aku sih cuman kasih saran kalau kamu mau serius nulis jangan yang berbau cinta-cintaan gitu," dengan caranya yang paling hati-hati. Aku, waktu itu mengangguk. Apa yang dia sampaikan benar. Yang dimaksud ya tidak berlebihan aliasmampu menempatkan kadar cinta yang seharusnya. Ujung-ujungnya sampai selesai kuliah belum ada naskah yang dimuat. Padahal udah tidak terima orderan puisi lagi lho. Suka tertawa sendiri kalau ingat jaman masih unyu-unyu. Barangkali prosesnya memang demikian. Aku masih harus banyak belajar.
Aku memang menyukai puisi dan sejenisnya yang berbau sastra. Merasa lebih menarik aja membaca dengan kalimat yang indah. Dan semoga efeknya tidak membuatku beelebihan sensitifnya ya, dalam hal negatif. Kalau positif, itu harus. Kita emang harus sensitif terhadap segala sesuatu yang membutuhkan penyelesaian.
Aku sebenarnya mau ngomong apa sih? Intinya sih, aku menjadikan menulis sebagai sarana untuk belajar menjadi manusia yang baik dan bermanfaat. Aku butuh menulis bukan ingin menjadi penulis.
My sweet room, 02052016
No comments:
Post a Comment