Daur Ulang Sampah Perasaan; Wujud Mencintai Diri Sendiri
Sabtu malam atau orang-orang terbiasa menyebutnya malam minggu. Hujan masih bernyanyi di luar sana. Itu artinya, sinyal internet akan sedikit bergejolak. Naik turun bahkan hilang. Semoga masih terkendali dengan baik agar bisa tergabung dengan zoominar bersama Kak Jee Luvina dan Bunda Erlik Isfandiari dengan tema yang tidak kalah menarik dengan zoominar sebelumnya. Tema kali adalah "Mengolah Rasa Jadi Karya". Zoominar ini masih diselenggarakan oleh Nulisyuk. Sebuah komunitas yang menjadi teman menulis, menyelenggarakan kelas menulis online baik berbayar maupun gratis. Aku sudah lama mengikuti Nulisyuk di media sosial instagram, namun baru tergerak untuk join pada zoominar "Self Healing with Writing".
Sejak SMA, aku terbiasa menulis buku harian. Isinya macam-macam. Mulai dari perasaan sehari-hari sampai menulis puisi. Aku berhenti menulis buku harian setelah bekerja. Aku merasa perasaan-perasaan tidak penting (kecewa, sedih, capek, gagal) tidak perlu aku tulis. Saat itu aku merasa, bahwa aku harus fokus pada impian-impianku. Saat sedih, aku pendam, kalau sudah tidak tahan, menangis malam-malam. Aku memendam segalanya sendiri. Aku mulai menulis buku harian lagi (walaupun tidak rutin) setelah menikah. Aku perlu meluapkan segala rasa yang aku tidak yakin untuk bercerita kepada pasangan, apalagi orang tua. Namun, aku lebih sering mengabaikan segala gejolak yang ada dalam hati. Berharap akan menghilang dan leyap tanpa bekas.
Setelah aku mendengarkan penuturan dari Kak Jee dan Bunda Erlik, ternyata kita perlu mengeluarkan sampah-sampah dari hati. Kita perlu mengalirkan segala perasaan tidak nyaman agar tidak menggenang dan berbau. Kita dapat meluapkan segalanya melalui tulisan. Tulis apa saja yang kita rasakan. Segala perasaan tidak nyaman itu, Allah yang menciptakan dan pasti punya tujuan. Kita bisa mengelola segala emosi tersebut kemudian mengubahnya menjadi rasa syukur. Lebih lanjut lagi mengubahnya menjadi karya.
Saat sesi latihan, aku mencoba mengalirkan perasaan tidak nyaman yang aku rasakan saat itu. Kemudian, Kak Jee mengarahkan untuk mengubah menjadi kalimat positif. Langkah selanjutnya, ubah kalimat positif tersebut menjadi kalimat inspiratif. Lakukan itu terus menerus, kemudian dipilah dan disaring yang satu tema. Mengolah, mendaur ulang segala sampah perasaan menjadi... treenggggggg...buku, sebuah karya yang bisa menginspirasi orang lain.
Hidup hanya sekali, jadilah berarti. So, kita perlu menyelesaikan permasalahan diri sendiri, self healing dengan mengalirkan rasa, menulis apapun yang sedang dirasakan. Setelah itu, marilah membangun bonding dengan diri sendiri (self bonding), agar kita paham apa yang diimpikan, apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan. Jangan lupa menambahkan MISS (Menerima, Ikhlas, Sabar dan Syukur) dalam setiap mengolah sampah perasaan.
Alhamdulillah, atas ijin Allah bisa memperoleh ilmu melalui Kak Jee dan Bunda Erlik. Barangkali ini sebuah tanda, untuk mulai mendaur ulang sampah perasaan dengan serius. Semoga Allah terus memudahkan langkahku. Terus berbenah, merawat syukur, memelihara kesabaran. Menikmati setiap fase, mensyukuri setiap episode dan terus menebalkan kesabaran untuk segala rasa yang datang menyapa. Mendaur ulang sampah perasaan adalah bukti bahwa kita mencintai diri sendiri dengan sebenarnya.
#selfhealingwithwriting
#mengolahrasamenjadikarya
#selfbonding
#nulisyuk