“Bagi perempuan, menunggu jodoh memang selalu lama. Karena itu bukan
hanya masalah waktu, tapi juga tentang perasaan. Bukan waktunya yang lama, tapi
rasanya yang lama. Dan sebagian besar perasaan, memang seringkali merepotkan
(Genap, hal 50).”
Bagi perempuan jomblo, kalimat di
atas tentunya bikin jleb, istilah
jaman sekarang sih namanya baper. Masalah
menunggu memang bukan urusan sederhana, apalagi yang ditunggu adalah jodoh.
Sesuatu yang belum pasti. Sesuatu yang akan memunculkan banyak pertanyaan,
kekhawatiran, kegalauan dan perasaan semacamnya. Menurut Nazrul Anwar dalam
bukunya yang berjudul Genap menunggu hanyalah tentang keyakinan; keyakinan
bahwa setiap orang punya saat yang paling tepat, bahwa setiap orang punya waktu
terbaiknya masing-masing, bahwa Tuhan selalu punya maksud dan itu pasti baik. Barangkali
dalam hati kita masih akan menyanggah bahwa menasehati adalah perkara mudah
sedang menjalani itu urusan yang rumit. Itu sah-sah saja, bukankah setiap kita
punya pilihan untuk percaya atau tidak, yakin atau tidak. Ini urusan keyakinan
kita akan gusti Allah. Ini urusan kita tentang upaya memperoleh yang terbaik.
Menunggu memang menyangkut berbagai urusan, namun menjadikan menunggu sebagai
suatu kesempatan untuk melakukan berbagai hal yang menyangkut perbaikan diri,
itu jauh lebih menguntungkan daripada sekedar bergalau ria.
Buku yang di tulis oleh Nazrul
Anwar ini memberikan gambaran perihal menunggu jodoh, menyikapi ketika
kenyataannya seseorang yang menggenapi kita bukanlah yang kita inginkan. Buku
ini syarat hikmah, membacanya menjadikan perenungan tersendiri. Dalam buku ini
juga dikisahkan berbagai pernik kehidupan rumah tangga pada fase-fase awal yang
penuh dengan penyesuaian. Berbagai hal yang nyatanya harus saling menerima dan
memberi, mengalah dan menyesuaikan. Menurunkan egoisme masing-masing dan
membangun komunikasi yang seimbang, berusaha saling menjaga dan tidak
menyakiti. Kesal, marah, cemburu barangkali adalah warna normal dalam berumah
tangga. Menyikapi dengan bijak adalah cara terbaik.
Pengambilan sudut pandang “aku” sebagai
perempuan, menjadikan buku ini seakan menjadi jawaban atas berbagai rasa yang
dialami oleh perempuan sekaligus menjadi pembelajaran untuk pengambilan sikap
yang bijak bagi kaum laki-laki. Bukan promosi lho ya! Tetapi kalau tertarik
semoga menjadi bagian dari kebaikan.
Nazrul Anwar menuturkan dengan
bahasa yang sederhana namun menyentuh hati. Kisah yang ada dalam buku bisa jadi
beberapa diantaranya kita juga mengalaminya. Kita hidup memang untuk saling
belajar, mengambil hikmah dari setiap kejadian, baik yang menerpa kita maupun
orang lain, baik yang masih sendiri maupun sudah menggenap. Bagi yang masih
sendiri kalimat berikut perlu dipahami baik-baik. Selanjutnya mari belajar
untuk memperluas ruang penerimaan.
”Menggenap berarti memperluas
ruang penerimaan kita. Biarkan apa-apa yang belum sesuai dengan standar itu
menghuni ruang penerimaan, untuk kemudian perlahan demi perlahan ruang
penerimaan itu akan mengkondisikannya untuk terus memperbaiki diri dengan sukarela.
Bukan dengan keterpaksaan yang menimbulkan tekanan (Genap, halaman 138).”
Setelah menikah, suami adalah
pakaian istri dan sebaliknya. Keduanya mempunyai kewajiban untuk saling
memberikan pakaian yang baik, cermin yang baik. Bukan istri saja atau suami
saja namun keduanya mempunyai kewajiban yang sama. Kalaupun ada masalah di
antara suami dan istri, maka alangkah lebih baik jika penyelesaiannya tidak
melibatkan orang lain, termasuk orang tua. Bagi perempuan, tentu lebih sulit,
karena kecenderungannya adalah bercerita. Mencurahkan semua bebannya. Nah,
ketika sudah menggenap maka urusan curhat harus benar-benar dipilih dan
dipilah. Memilih dengan orang yang tepat dan memilah mana yang perlu
dicurhatkan dan mana yang perlu disimpan baik-baik.
Buku setebal 166 halaman ini cocok
menjadi referensi sekaligus gambaran bagi siapa saja yang ingin menggenap
dengan ending kebahagiaan dunia dan akhirat. Banyak kesadaran sekaligus
pemahaman bagaimana menggenap yang membahagiakan, sebab menggenap bukan seperti
taman bunga yang selalu indah dan menawan. Ada banyak celah yang harus ditutupi,
ada banyak tanjakan yang harus dijalani baik-baik, ada banyak angin yang
menerpa yang menuntut untuk berpegangan kuat-kuat dan sederet episode lainnya
yang tak kalah menguras energi.
“JIka yang diinginkan adalah kebahagiaan, kebahagiaan tersebut harus
ditanam bersama-sama, bukan malah saling mengharapkan kebahagiaan dari
masing-masing. Jika yang diinginkan adalah masa depan yang lebih baik dunia dan
akhirat, masa depan itu harus dibangun bersama-sama. Bukan malah saling
mengandalkan apalagi saling ketergantungan satu sama lainnya. Begitu juga hal
yang lainnya, karena menggenap adalah saling bertanggung jawab (Genap, halaman
163).”
Itulah mengapa menikah adalah
menggenapkan agama. Menikah bukan perkara sederhana, bukan pula permainan
belaka. So, selamat menunggu bagi yang masih menunggu dengan cara yang paling
jitu. Selamat memperbaiki bagi yang telah menggenap. Semoga Allah memberi kebaikan
pada setiap niat suci. Aamiin.
Purwokerto, 09022016
#OneDayonePost #FebruariMembara_6
Kunci menikah itu take and give, bener nggak mb? Dulu lupa siapa yang ngasih tahu hehe.
ReplyDeleteBarangkali 2 tahun lagi, topik menikah bakal booming di lingkunganku nanti --'
Berdasarkan teori and orang yang udah menjalankan begitu,..hehehe
Delete