Tuesday, February 9, 2016

Menggenap Bukan Taman Bunga


“Bagi perempuan, menunggu jodoh memang selalu lama. Karena itu bukan hanya masalah waktu, tapi juga tentang perasaan. Bukan waktunya yang lama, tapi rasanya yang lama. Dan sebagian besar perasaan, memang seringkali merepotkan (Genap, hal 50).”

Bagi perempuan jomblo, kalimat di atas tentunya bikin jleb, istilah jaman sekarang sih namanya baper. Masalah menunggu memang bukan urusan sederhana, apalagi yang ditunggu adalah jodoh. Sesuatu yang belum pasti. Sesuatu yang akan memunculkan banyak pertanyaan, kekhawatiran, kegalauan dan perasaan semacamnya. Menurut Nazrul Anwar dalam bukunya yang berjudul Genap menunggu hanyalah tentang keyakinan; keyakinan bahwa setiap orang punya saat yang paling tepat, bahwa setiap orang punya waktu terbaiknya masing-masing, bahwa Tuhan selalu punya maksud dan itu pasti baik. Barangkali dalam hati kita masih akan menyanggah bahwa menasehati adalah perkara mudah sedang menjalani itu urusan yang rumit. Itu sah-sah saja, bukankah setiap kita punya pilihan untuk percaya atau tidak, yakin atau tidak. Ini urusan keyakinan kita akan gusti Allah. Ini urusan kita tentang upaya memperoleh yang terbaik. Menunggu memang menyangkut berbagai urusan, namun menjadikan menunggu sebagai suatu kesempatan untuk melakukan berbagai hal yang menyangkut perbaikan diri, itu jauh lebih menguntungkan daripada sekedar bergalau ria.

Buku yang di tulis oleh Nazrul Anwar ini memberikan gambaran perihal menunggu jodoh, menyikapi ketika kenyataannya seseorang yang menggenapi kita bukanlah yang kita inginkan. Buku ini syarat hikmah, membacanya menjadikan perenungan tersendiri. Dalam buku ini juga dikisahkan berbagai pernik kehidupan rumah tangga pada fase-fase awal yang penuh dengan penyesuaian. Berbagai hal yang nyatanya harus saling menerima dan memberi, mengalah dan menyesuaikan. Menurunkan egoisme masing-masing dan membangun komunikasi yang seimbang, berusaha saling menjaga dan tidak menyakiti. Kesal, marah, cemburu barangkali adalah warna normal dalam berumah tangga. Menyikapi dengan bijak adalah cara terbaik.

Pengambilan sudut pandang “aku” sebagai perempuan, menjadikan buku ini seakan menjadi jawaban atas berbagai rasa yang dialami oleh perempuan sekaligus menjadi pembelajaran untuk pengambilan sikap yang bijak bagi kaum laki-laki. Bukan promosi lho ya! Tetapi kalau tertarik semoga menjadi bagian dari kebaikan.

Nazrul Anwar menuturkan dengan bahasa yang sederhana namun menyentuh hati. Kisah yang ada dalam buku bisa jadi beberapa diantaranya kita juga mengalaminya. Kita hidup memang untuk saling belajar, mengambil hikmah dari setiap kejadian, baik yang menerpa kita maupun orang lain, baik yang masih sendiri maupun sudah menggenap. Bagi yang masih sendiri kalimat berikut perlu dipahami baik-baik. Selanjutnya mari belajar untuk memperluas ruang penerimaan.

 ”Menggenap berarti memperluas ruang penerimaan kita. Biarkan apa-apa yang belum sesuai dengan standar itu menghuni ruang penerimaan, untuk kemudian perlahan demi perlahan ruang penerimaan itu akan mengkondisikannya untuk terus memperbaiki diri dengan sukarela. Bukan dengan keterpaksaan yang menimbulkan tekanan (Genap, halaman 138).”

Setelah menikah, suami adalah pakaian istri dan sebaliknya. Keduanya mempunyai kewajiban untuk saling memberikan pakaian yang baik, cermin yang baik. Bukan istri saja atau suami saja namun keduanya mempunyai kewajiban yang sama. Kalaupun ada masalah di antara suami dan istri, maka alangkah lebih baik jika penyelesaiannya tidak melibatkan orang lain, termasuk orang tua. Bagi perempuan, tentu lebih sulit, karena kecenderungannya adalah bercerita. Mencurahkan semua bebannya. Nah, ketika sudah menggenap maka urusan curhat harus benar-benar dipilih dan dipilah. Memilih dengan orang yang tepat dan memilah mana yang perlu dicurhatkan dan mana yang perlu disimpan baik-baik.

Buku setebal 166 halaman ini cocok menjadi referensi sekaligus gambaran bagi siapa saja yang ingin menggenap dengan ending kebahagiaan dunia dan akhirat. Banyak kesadaran sekaligus pemahaman bagaimana menggenap yang membahagiakan, sebab menggenap bukan seperti taman bunga yang selalu indah dan menawan. Ada banyak celah yang harus ditutupi, ada banyak tanjakan yang harus dijalani baik-baik, ada banyak angin yang menerpa yang menuntut untuk berpegangan kuat-kuat dan sederet episode lainnya yang tak kalah menguras energi.

“JIka yang diinginkan adalah kebahagiaan, kebahagiaan tersebut harus ditanam bersama-sama, bukan malah saling mengharapkan kebahagiaan dari masing-masing. Jika yang diinginkan adalah masa depan yang lebih baik dunia dan akhirat, masa depan itu harus dibangun bersama-sama. Bukan malah saling mengandalkan apalagi saling ketergantungan satu sama lainnya. Begitu juga hal yang lainnya, karena menggenap adalah saling bertanggung jawab (Genap, halaman 163).”

Itulah mengapa menikah adalah menggenapkan agama. Menikah bukan perkara sederhana, bukan pula permainan belaka. So, selamat menunggu bagi yang masih menunggu dengan cara yang paling jitu. Selamat memperbaiki bagi yang telah menggenap. Semoga Allah memberi kebaikan pada setiap niat suci. Aamiin.

Purwokerto, 09022016
#OneDayonePost #FebruariMembara_6

2 comments:

  1. Kunci menikah itu take and give, bener nggak mb? Dulu lupa siapa yang ngasih tahu hehe.

    Barangkali 2 tahun lagi, topik menikah bakal booming di lingkunganku nanti --'

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berdasarkan teori and orang yang udah menjalankan begitu,..hehehe

      Delete